Karya: Juliana.s (julyhera)
Ke
mana perginya rasa simpatiku padamu? Ke mana perginya rasa sayangku untumu? Ke
mana perginya rasa –rasa indah itu? Aku berusaha mencari jawaban untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan itu. Lelaki yang aku kagumi dari segela hal, kini
berputar 360 drajat. Astghfirullah aku hampir membencinya.
“
Sasa, aku putus dengannya,” Leo bercerita padaku tentang kisah cintanya yang
kandas dengan pujaan hatinya Rena.
“
Why?
“
Katanya sich orang tuanya tidak setuju karena aku dari daerah pesisir yang
menurut orang tuanya orangnya nekatan dan suka main tangan,” terlihat rasa
kecewa di mata Leo.
“
Bagaimana mungkin orang tuanya tidak setuju, emangnya kamu udah ketemu dengan
orang tuanya?” tanyaku.
“
Belum sich Sa, aku juga nggak tau,” jawabnya.
“
Ya udah la ea… emang dia bukan yang terbaik kali buat kamu,” aku berusaha
menyembunyikan kesalku.
“Kamu tinggalin aku dan menjalin cinta denga dia. Saat-saat
bahagiamu dengannya kamu melupakan aku. Saat kamu sedih dan diputusin dia, kamu
dekat padaku lagi. Karena rasa simpati atas dasar sahabat aku tidak
mempermasalahkannya. Walau sebenarnya hatiku tidak ingin kau dekat denganku
lagi” inilah kalimat-kalimat yang ingin aku sampaikan, tapi lidahku tidak
sanggup mengatakannya.
Suatu
ketika Leo menjadikan aku bahan candaan di kelas untuk menyinggung perasaan
mantannya yang kebetulan teman satu kelas kami juga. Gak banget dech pacaran
satu kelas, beginilah akhirnya saling benci.
“
Jangan pernah jadikan aku bahan untuk membalas rasa sakitmu,” aku marah
padanya.
“
Aku tidak bermaksud seperti itu Sa,” katanya.
“
Oke, mungkin kamu nggak sadar. Tapi, sebagai wanita aku bisa merasakan
bagaimana perasaannya tadi di kelas,walau dia mantanmu tidak seharusnya kamu
bertingkah seperti tadi Leo. Jangan karena dia sudah mutusin kamu, terus kamu
nggak peduli dengan perasaannya,” balasku.
“
Untuk apa aku pedulikan perasaannya? Dia aja nggak peduli dengan perasaanku. Di
sini aku yang tersakiti Sasa,” katanya membela dirinya.
“Lalu
kalau kamu tidak mau peduli dengan perasaannya, haruskah aku yang menjadi
bahanmu membalas rasa sakitmu padanya?” aku bertanya dengan marahku. Ya, aku
marah. Mengapa harus aku? Padahal banyak teman-teman lain di kelas. Atau dia
mau mempermalukan aku.
“
Aku nggak ada niat seperti itu Sa,” katanya.
“
Leo, tebu yang sudah habis manisnya telah kamu buang dan kulit kacang
pembungkus kacang yang kamu makan telah kamu buang. Maka tidak perlu lagi kamu
memungutnya. Aku adalah tebu yang habis manisnya dan kulit kacang itu, maka
jangan pernah dekati aku lagi untuk
hal-hal seperti itu. Please, aku juga punya hati dan perasaan,” panjang lebar
aku menjelaskan perasaan kesalku padanya.
“
Ok Sa,, aku minta maaf dan aku janji tidak akan mengulangi itu lagi,” aku
terima maafnya dan kami kembali bersahabat seperti biasa. Seolah-olah kami
tidak pernah saling marah.
Pernah
suatu ketika aku bertanya kepadanya.
“
Siapa sekarang pacar kamu Leo?
“
Ada,,
“
Anak mana?
“
Pendatang, ikut oomnya di sini.
“
Namanya siapa?
“
Ratu..
“
Oh..yang dulu dekatin kamu itu?
“
Ah…kamu ada-ada aja.
“
Kenalin dunk!
“
Gak ah,,gak penting..
“
Lho, ko gak penting sih?
“
Ya, kami juga STJ (status tidak jelas) ne, orang tuanya menyuruhnya pulang.
“
Kamu sayang banget yach ma Ratu?
“
Buat aku Sa, kalau wanita itu mencintaiku dengan tulus maka aku juga akan
mencintainya dengan tulus,” katanya saat itu.
“
Good… itu hal yang baik.
Aku
tidak pernah peduli bagaimana kelakuannya dengan pacarnya. Walau kata-katanya
bertolak belakang dengan kenyataannya sekarang. Dulu ketika dia memintaku
menjadi kekasihnya. Aku katakan aku takut kalau aku tidak bisa mengatur waktu
dan aku takut kalau aku rusak. Dengan sinisnya dia berkata.
“ Ya lah, kalau kamu melihat model pacaran si Ani, si Caca, si Indah
yang selalu keluar malam, jalan sana-sini wajib malam mingguan dan kamisan. Aku
tidak seperti itu, tapi kalau sekali-kali keluar makan kan tidak apa-apa,”
katanya sok kalau dia manusia paling suci di dunia ini.
Saat
salah satu kerabatku yang mengenalnya bertemu dengannya dan pacarnya di suatu
tempat santai di kota ini sedang berangkulan mesra. Mengapa tidak aku yang
melihatnya langsung? Mungkin Allah tidak mau kalau aku merusak suasana mesranya
dengan pacarnya. Andaikan aku melihatnya langsung akan aku katakan, “ oh, begini model pacaranmu!”.
Mengapa
aku tidak percaya kata-katanya soal model pacarannya. Mungkin hingga detik ini
dia tidak tau kalau aku pernah melihat foto-foto mesranya dengan mantan
pacarnya disuatu tempat rekreasi. Foto-foto yang aku lihat telah sedikit
merubah penilaianku terhadapnya. Dia sama saja dengan lelaki lain buaya ,
pantang diberi ayam langsung diembat.
Belum
lagi SMS-SMS mesra yang terbaca olehku. Aduh,,,jauh banget dari kata-katanya. “Bukan aku kali yang godain dia, dia tu yang godain aku”.
Padahal dari SMS-SMS yang aku baca, bukan wanita tu yang godain tapi dia kali.
Emang dasar ea..lelaki bermulut manis.
Tapi
semua itu cukup aku simpan dalam hati, tak pernah sekalipun aku mengatakan
semua hal yang telah aku lihat. Cukup penilaian itu dalam hatiku. Suatu ketika
saat libur kami hendak pergi ke suatu tempat. Sebelum pergi kami sarapan dulu
di tempat langganan kami.
“
Eh,,kamu tau kalau Rena sakit?” tanyaku.
“
Tau,,
“
Gak kamu jenguk?
“ Gak penting tau….
Emang
sih, kalau suasana lagi enak aku sering juga godain dia tentang mantannya yang
satu kelas dengan kami.
“
Padahal ea Sa, bukan di tempat kami lagi yang terkenal kejam dan suka main
tangan, yang terkenal itu di kotanya. Aku kan di desanya,”dia mengungkit
sedikit kekesalannya tentang alasan Rena memutuskannya.
“
O….
“
Tapi tuh cewek kurang ajar nggak punya hati seenaknya aja bilang begitu.
Padahal sekalipun dia belum pernah ke sana,” katanya jengkel.
“
Ya udahlah……..
Dia
pernah bercerita bagaimana kecewanya dan bencinya dia pada Rena yang telah
memutuskannya. Tapi sekarang???
Diam-diam
dia kembali lagi dengan Rena. Emang dasar ea lelaki. Ludah yang sudah
dilepehkannya kini di jilatnya kembali. Munafik banget sih lo Leo. Setelah
semua hinaan dan cemoohon yang dia utarakan untuk Rena, dengan mudahnya kini
dia kembali ke pelukan Rena.
Oh
no… cukup sampai di sini aja Leo. Aku bukanlah sahabat yang berhati emas yang
selalu diam dengan tingkahmu yang semakin menjadi-jadi. Beberapa waktu lalu lo
juga udah ngecewain aku banget. SABAHAT????? Busyrit… lo gak pantas jadi
sahabat aku. Kalau sahabat mestinya lo bisa menghargai aku, jaga perasaan aku
seperti apa aku menghargai dan menjaga perasaan lo. Please dech Leo… sabar aku
habis buat lo.
Mungkin
hal-hal itulah yang telah melenyapkan semua rasa simpati dan kagumku padanya.
Terlalu banyak kata-kata manisnya yang keluar dari mulut madunya. Mungkin juga
bualannya yang membuat aku bosan atau bahkan muak dengannya. Aku tidak
melupakan kebaikan lo Leo, Cuma aku tidak ingin bersahabat lagi dengan lo.
Percuma kalau cuma aku yang menganggap lo sahabat aku, sementara lo nggak
pernah menganggap aku sahabat lo.
Terkadang
mudah merangkai kata-kata indah, tapi sangat sulit untuk membuktikannya. Sudah
seharusnya kita berhati-hati dalam berkata-kata. Tak habis ceritaku dengan Leo,
tapi sudah ku putuskan untuk menutup lembaran-lembaran bersamanya. Sahabat yang
hanya di bibir saja. Aku berharap dia bahagia dengan Ati. Jangan rakus dunk…
mau lo taruh di mana Ratu, tiba-tiba saja aku prihatin denga Ratu. Wanita
malang yang tidak tau kelakuan kekasihnya.
Leo,
kamu memang pernah hampir istimewa di hatiku, tapi kamu sendiri yang telah
membuang dirimu dari hatiku. Terimakasih untuk semua yang telah kamu berikan
padaku di perantauan ini. Semoga kamu mendapatkan wanita yang sesuai dengan
kamu dan kamu dapat meraih cita-cita kamu.
Saat
Dian kembali nanti akan aku ceitakan kepadanya semua tentang perjalananku di
kota Pekanbaru ini. Tidak sabar menunggu Dian menjemputku liburan semester ini.
Ya seseorang yang tidak pernah menoreh luka sedikitpun di hatiku.
Aku
pernah berniat untuk mengenalkan Leo pada Dian,tapi sekarang nggak perlu dech…
Karena Dian pasti akan marah kalau aku terus bersikap baik dan membuka diri
untuk tempat pengaduan dan persinggahan Leo. Lelaki yang tidak punya rasa malu
dan tidak tau terima kasih.
Tiba-tiba
malam ini aku merindukan sosok Dian di sampingku. Mendengar tawanya dan
bercanda dengannya. Hal yang paling membahagiakan bersamanya adalah saat-saat
bercanda dan menyantap mie rebus kesukaan kami di tempat Bang Kumis.
Pekanabaru,
7 April 2013
(Mengisi
kekosongan waktu dengan menuangkan hobi menulis saya, bagi siapa saja yang
membaca tulisan saya ini sudi kiranya untuk memberikan komentar. Insyaallah
untuk perbaikan ke depannya. Terima kasih. NB: karangan ini hanya fiktif
belaka, apabila ada kesamaan tema ataupun kejadian penulis mohon maaf!)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar